AKSI NYATA MODUL 1.4.a.
TUGAS INDIVIDU MODUL 1.4.a.10. 1 AKSI
NYATA
PGP-ANGKATAN
2- KUTAI KARTANEGARA – AIDIL FITRIANI – 1.4 – RANCANGAN AKSI NYATA
1. Latar Belakang
Sekolah
yang di katakan berhasil dalam membudayakan budaya positif, adalah sekolah yang
mampu membawa komunitas sekolah serta warga sekolah yang berkarakter. Menghidupkan
filosofi Ki Hadjar Dewantara dalam sendi – sendi dan pondasi sekolah yang
berkelanjutan. Pimpinan Sekolah sebagai Manajerial mampu membawa suasana yang
kondusif. Guru merasa nyaman, aman dan bahagia ketika berada di sekolah. Begitu
pula siswa serta staf – staf di sekolah. Serta menciptakan lingkungan sekolah
yang asri.
Dengan
kepemimpinan kepala sekolah yang luar biasa, sekolah yang nyaman, guru saling
bersinergi serta dukungan dari siswa,orang tua dan komite sekolah dan
masyarakat sekitar, mampu menciptakan suasana yang damai.
Tetapi
karakter seseorang sangat mempengaruhi penerapan budaya positif itu sendiri.
Kesadaran
akan penerapan disiplin masih berdasarkan motivasi ekstrinsik, dimana
pembiasaan positif yang diterapkan bukan disiplin positif, namun masih menganut
reward dan punishment. Komunikasi yang dibangun masih satu arah, peran atau
kontrol guru belum sampai pada tahap manajer melainkan sebagai hakim bagi
murid. Bagaimana mendisiplinkan peserta didik bermula dari kesadaran, dan
menumbuhkan motivasi intrinsik. Bagiamana disiplin dan budaya poisitif yang
sudah ada dan menonjol dapat tumbuh dan berkembang menjadi karakter semua warga
sekolah. Bagaimana Budaya positif di sekolah yang harus dikembangkan guru untuk
mewujudkan karakter atau profil pelajar Pancasila. Serta bagaimana efektifitas
komunikasi dua arah yang diciptakan dapat membantu menumbuhkan kesadaran murid
agar menjadi pribadi yang berempati dan berbudaya disiplin positif
2. Deskripsi Aksi Nyata
Budaya
Positif adalah berisi kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam
waktu yang lama. Jika kebudayaan positif ini sudah membudaya, maka nilai –
nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri anak.
Proses
pembentukan karakter diawali dengan pembiasaan. Proses pembiasaan inilah yang
kita kenal dengan budaya atau pembudayaan. Untuk membentuk karakter yang
diharapkan, perlu dibangun budaya positif di lingkungan sekolah. Budaya sekolah
dimaknai dengan tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit
dan nilai – nilai yang dianut disekolah.
Seperti
Gerakan literasi sekolah,Kegiatan ekstra kurikuler, Menetapkan kegiatan pembiasaan pada awal dan akhir kbm,
Membiasakan perilaku baik yang bersifat spontan, Menetapkan tata tertib sekolah
Budaya
positif di sekolah tidaklah berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang
baik, melainkan terintegrasi satu sama lain dan mempengaruhi satu dengan yang
lainnya. Mempunyai relevansi dengan materi – materi terkait yang perlu
diterapkan dalam ekosistem belajar, Melalui penerapan budaya positif di sekolah
dapat mem bawa peserta didik menjadi pelajar profil Pancasila yang
beriman,bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global,
bergotong royong, kreatif, bernalar kritis dan mandiri.
Berdasarkan
filosofi ki hajar dewantara, pendidikan itu harus bisa menuntun anak memperoleh
kebahagian yang setinggi tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota
masyarakat, kemudian pendidikan itu harus melihat kodrat dan bakat anak, harus mampu mengetahui
pengaruh kodrat alam dan kodrat jaman bagi jiwa anak karena pengaruh kodrat
jaman tentunya harus bisa selaras dengan kodrat jaman,
Sebuah
sekolah idealnya bisa mengembangkan
bakat anak yang sudah ada dalam dirinya, sekolah harus mampu memfasilitasi
semua kebutuhan anak tentunya, dengan menerapkan disipilin positif agar anak terbiasa melakukan hal hal positf
yang kemudian akan tumbuh karakter karakter positif tanpa ada tekanan dan
paksaan sebagai mana kita ketahui bahwa sebuah budaya akan tumbuh dalam diri
anak jika sudah terbiasa dalam menerapkannya.sebuah budaya positif
disekolah tidak mungkin bisa berjalan dengan baik dan berdiri sendiri tanpa ada
upaya dari seluruh komponen dan pemangku
jabatan untuk terus berusaha bersama sama dalam menjalankan dan mempertahankan budaya budaya yang sudah
ada, kemudian berusaha untuk mencoba menerapkan budaya positif lainnya yang
berpihak kepada kebutuhan murid
disekolah.Berkaitan dengan Budaya
positif disekolah dan kaitannya dengan nilai nilai lain serta cara penerapannya harus mampu mengakomodir
kebutuhan minat sisiwa, Peserta didik kita
dapat kita yakini memiliki kodrat sebagai manusia bagian dari
Ciptaan Allah Swt.
Sebagai
pendidik juga harus mengetahui posisi control guru yaitu mandiri, reflektif,
kolaboratif, inovatif, dan berpihak kepada murid semua aspek tersebut harus
dimiliki oleh seorang guru terutama calon guru penggerak.dalam kiprahnya di
sekolah masing masing untuk bisa menularkan kebiasaan kebiasaan positif bagi
teman sejawatnya, intinya guru harus mampu mewarnai dalam konteks penerapan
budaya positif disekolah masing masing.
Penamaan
dalam penerapan disiplin sering dimaknai dengan hukuman dan pemberian sanksi,
dampaknya terhadap prilaku siswa tidak memiliki kreatifitas dan aktifitas, rasa
minder sering dijumpai pada anak anak
kita, dalam konteks penerapan budaya positif disekolah seharusnya dengan
pendekatan terhadap sisiwa dengan menggunakan sistem dialog aktif. Hukuman
diartikan merupakan bentuk pembelajaran
disiplin bagi murid bagi seorang guru, padahal hukuman mempunyai arti berbeda.
Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai
dengan tingkah laku yang berlak, Secara
umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau
pelanggaran yang dilakukan yang berpengaruh untuk karakter peserta didik dan
tidak bagus untuk psikologis anak. Pemberian sangki dengan hukuman tidak
dibenarkan dan bertentangan dengan
tujuan dan cita cita pendidikan Kihajar Dewantara, Disiplin Positif adalah
sebuah pendekatan yang dirancang untuk
mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang
bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan
keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat
menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang
dewasa (termasuk orangtua, guru,lembaga , pekerja muda, dan lainnya).
Disiplin
positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka.
Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik
kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif untuk mempromosikan perilaku
yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk
perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka
belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan
partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga
mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan
positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.
Peran
guru penggerak dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dan peserta
didik dalam membangun budaya positif yaitu dengan menguatkan apa yang sudah
menjadi budaya dan iklim baik di sekolah. Memunculkan kekuatan, dan menyamarkan
yang hal-hal yang bersifat stagnan. Sehingga yang diharapkan semua bergerak
untuk menuju perubahan yang signifikan. Dengan berkolaborasi membentuk karakter
baik dan menerapkan disiplin positif yang akan menjadi budaya sekolah. Dengan
memulainya dari kelas, mulai dengan murid yang diajar, mulai dengan mata
pelajaran yang diampu. Peran guru penggerak sebagai Fasilitator, Manajer, Teladan, Motivator,
Teman. Menetapkan kekuatan ( manajemen Perubahan Inquiri Apresiatif ) sebagai
pemimpin pembelajaran yang berpusat pada anak, adanya keinginan bersama untuk
menciptakan perubahan dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru yang lain
dalam membangun budaya positif di sekolah adalah dengan membangun komunikasi
positif yang di barengi dengan keteladanan diri untuk memberikan teladan bagi
orang lain serta memberikan suport yang melakukan kebiasaan – kebiasaan berperilaku
baik, Melakukan pendekatan personal untuk mengetahui potensi positif yang bisa
di berdayakan dalam mengembangkan budaya positif. Di mulai dari hal yang kecil,
sederhana, mudah dan ringan yang dapat dijalankan secara berkelanjutan. Menjadi
teladan dan agen transformasi bagi ekosistem Pendidikan. Dapat memberikan
dampak positif bagi rekan sejawat dan lingkungan sekolah, sebagai agen dari
perubahan. Berkolaborasi bersama Orang tua, Kepala sekolah, rekan sejawat,
peserta didik, warga sekolah dan masyarakat sekitar. Kolaborasi bersama
komponen sekolah ( Tri Pusat Pendidikan), pihak pihak terkait untuk mewujudkan
dan melaksanakan budaya positif di sekolah dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab. Sosialisasi mengenai budaya positif yang akan diterapakan, Identifikasi
kebutuhan peserta didik, membuat dan menetapkan kesepakatan kelas/ sekolah yang
berpihak pada murid, melaksanakan , melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap
perkembangan dan ketercapaian program penerapan budaya positif.
Budaya
positif yang ada disekolah akan membantu pencapaian visi sekolah impian. Guna
mewujudkan visi sekolah impian, peran guru sebagai ujung tombak kualitas
pendidikan di sekolah sangatlah penting. Guru penggerak adalah pemimpin
pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan
proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan
pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen
transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Tujuan
dari visi sekolah pastilah menginginkan murid yang merdeka. Murid yang memiliki
karakter sesuai profil pelajar pancasila. Murid merdeka bermakna murid
memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif
secara menyenangkan dan tanpa paksaan. Guna mencapai visi murid merdeka,
Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa sekolah mengupayakan metode pendidikan
yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa meninggalkan kodrat
alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Kedua kodrat keadaan tersebut tidak
mungkin dapat diubah, yang dapat diubah hanyalah budhi yang meliputi cipta,
rasa, dan karsa (batin) dan pekertinya, yang meliputi raga, tenaga, upaya, dan
tindakan (lahir). Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual
mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri.
Menuju
visi sekolah impian memang bukanlah persoalan yang mudah. Kolaborasi dari
seluruh pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan untuk mencapai visi bersama.
Setiap komponen wajib memahami perannya dan bertanggung jawab dengan tugasnya.
Untuk itu diperlukan metode BAGJA sebagai langkah-langkah pendekatan inkuiri
apresiatif di sekolah. Inti dari pendekatan inkuiri apresiatif adalah nilai
positif yang telah ada dan dikembangkan secara kolaboratif. Alur Bagja sendiri
diawali dengan Buat pertanyaan, ambil tindakan, gali impian, jabarkan rencana,
dan atur eksekusi. Berpijak dari hal positif yang ada di sekolah, sekolah
kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap
individu dalam komunitas. Hal tersebut sejalan dengan prinsip Trikon, Ki
Hajar Dewantara dimana perubahan bersifat kontinu (berkesinambungan), konvergen
(universal), dan konsentris (kontekstual).
Bagaimana
menumbuhkan budaya positif di kelas, sehingga menjadi budaya positif di sekolah
dan menjadi visi sekolah?. Kelas adalah miniatur dari sekolah, dan sekolah
adalah miniatur dari bangsa. Bangsa yang berbudi pekerti baik serta berdisiplin
positif bermula dari bangku-bangku di sekolah. Sehingga bagaimana menumbuhkan
budaya positif adalah bermula dari kegiatan belajar mengajar di kelas dan upaya
guru berinteraksi dengan murid.
Bagaimana
menyentuh individu-individu agar berkarakter positif, bisa diawali dengan
menciptakan iklim komunikasi dua arah. Membangun komunikasi dua arah, adalah
cara efektif mengetahui harapan-harapan dari seorang murid terhadap proses
pembelajaran yang dia peroleh dan impikan. Pentingnya mengetahui harapan dan
impian murid adalah salah satu Tindakan reflektif dalam proses pembelajaran
serta penerapan nilai dan peran guru.
Komunikasi
dua arah juga memberikan kesempatan murid bertanya, dengan pembiasaan bertanya
disinilah awal mula karakter bernalar kritis akan terbentuk. Komunikasi dua
arah juga akan menimbulkan percaya diri pada murid karena merasa dihargai dan
didengarkan. Ketika murid memiliki aspirasi dan dapat mengeluarkan pendapatnya
itu merupakan suatu apresiasi luar biasa bagi sebuah interaksi guru dan murid.
Membangun kercayaan diri murid adalah sangat penting karena dengan kepercayaan
diri akan muncul empati. Ketika empati dan karakter lain seperti bernalar
kritis muncul sebagai akibat dari sebuah interaksi disitulah akan muncul
kreatifitas dan inovasi-inovasi murid. Sehingga karakter dan budaya positif
akan dengan sendirinya muncul berawal dari pembiasaan positif di kelas.
Strategi
yang dapat dilakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah dengan
memanfaatkan sumber yang dimiliki, diantaranya mengaktifkan kegiatan literasi
sekolah, sehingga akan berpengaruh pada pola dan kebiasaan dalam belajar.
Menerapkan dan membiasakan komunikasi dua arah pada seluruh warga sekolah.
Dampak yang ingin dilihat adalah kesadaran berdisiplin positif dan membangun
budaya positif dimanapun murid berada. Berawal dari peran guru membudayakan
disiplin positif dengan mengubah paradigma disiplin menjadi disiplin positif.
Budaya
positif yang sudah ada di sekolah kami selain 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan
dan Santun), ekskul Pramuka, Ekskul MIPA, Ekskul Tari, Musik, Olah raga,
Tilawati, Dimana program-program di semua lini dapat dijalankan serta
terintegrasi dan membentuk kebiasaan positif.
Linimasa
tindakan yang akan dilakukan
1. Sosialisasi Budaya positif kepada semua
pemangku kepentingan di sekolah
2. Membiasakan komunikasi dua arah antar
pemangku kepentingan dalam rangka membangun budaya positif di kelas dan di
sekolah
3. Memfasilitasi kesepakatan kelas dan
kesepakatan aturan sekolah
4. Merefleksi kegiatan dalam rangka
membudayakan kebiasaan positif di sekolah
Aksi
nyata kali ini dalam rangka menumbuhkembangkan budaya positif yang sudah ada
disekolah. Mengajak semua pemangku kepentingan untuk senantiasa melestarikan
dan menjaga hal-hal baik dan positif agar terus mengakar dan menyeluruh ke
semua warga sekolah. Terutama mengimbaskan di kalangan murid atau peserta didik
dengan motivasi dan dukungan guru pengampu mata pelajaran. Serta bimbingan
walli kelas dalam apresiasi budaya positif dalam dan antar anggota kelas.
Untuk
menerapkan pembiasaan budaya positif diperlukan komunikasi dua arah antar
pemangku kepentingan, karena konsekuensi bersama terhadap sebuah aturan dalam
rangka penerapan disiplin positif tidak akan berhasil tanpa kesadaran penuh
dari masing-masing individu. Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama di dalam
kelas jika lingkupnya guru mata pelajaran dalam satu kelas. Jika kesepakatan
dalam satu sekolah, berlaku untuk semua pemangku kepentingan di sekolah.
Awalnya
kami biasanya menyebut Tata Tertib Kelas. Biasanya kami menyepakati Tata Tertib
Kelas setiap awal pertemuan perdana, yaitu awal tahun pelajaran. Berbeda dengan
tahun ini, dimana kondisi pandemic memaksa kami untuk belajar dari rumah dalam
jaringan. Maka kesepakatan kelas kami evaluasi di akhir pembelajaran, dan
meninjau ulang bagaimana Tata Tertib / kesepakatan
kelas kami susun Kembali.
Langkah
pertama dalam menyusun kesepakatan kelas yaitu memberikan pertanyaan pemantik,
dimana dalam pertanyaan itu akan muncul harapan-harapan yang diimpikan peserta
didik dalam proses pembelajaran. Karena masih dalam masa pandemic, pertanyaan
diajukan dalam bentuk angket pada sebuah formulir menggunakan aplikasi google
form dan angket yang disebar online di posting di google classroom. Setelah
angket di rekap tanggapannya, dikelompokkan berdasarkan jenis jawaban, kemudian
di share kembali hasilnya pada peserta didik.
Hasil
tanggapan itu yang akan direspon kembali oleh peserta didik yang akan menjadi
draft kesepakatan kelas. Peserta didik merespon, guru sebagai kontrol kelas
mengarahkan bagaimana agar keinginan-keinginan yang mereka tuangkan dalam
angket dapat diwujudkan. Tentunya dengan bekerja sama menentukan formula dari
kesepakatan kelas, agar memudahkan semua yang terlibat dalam pelaksanaannya.
Diawali
dengan sebuah percakapan sapaan seperti biasa, “anak-anak apakabar kalian
sekarang…?”, “apakah belajar kalian sudah nyaman?, “kira-kira bagaimana agar
kelas dan kegiatan belajar nyaman, pembelajaran seperti apa yang kalian
inginkan?. “agar terwujud kelas yang kalian impikan, kira-kira apa yang harus
dilakukan?”. “Setelah kalian susun semua keinginan dan harapan, dalam bentuk
kalimat positif, kalian simpulkan cara menempuh impian dan harapan tersebut”.
“baiklah, draft kesepakatan sudah tersusun, mari kita sepakati Bersama, dengan
menandatangani draft ini dalam sebuah poster”, berhubung kelas masih online
poster online ini kalian print dan kalian tandatangani di bawah poster
masing-masing, silakan kalian tempel masing-masing di ruang belajar dirumah
kalian.
3. Hasil dari Aksi Nyata
Feedback
dari siswa dan semua pemangku kepentingan di sekolah, kepala sekolah, guru,
peserta didik, orangtua, komite dan semua tenaga kependidikan, serta semua
warga di lingkungan sekitar sekolah. Tantangan dalam menerapkan budaya positif,
adalah menghadapi murid yang notabene nya di usia anak pra remaja, . Yaitu di
jenjang SD kelas 6 dimana karakter masih belum terbentuk dan terpoles berdasarkan
pengalaman belajar, Sehingga keberagaman karakter di kelas 6 sangat kentara,
bergantung dari latar belakang keluarga, background sekolah sebelumnya, dan
bahkan pengaruh social lingkungan masyarakat disekitarnya.
Heterogenitas
pada peserta didik tersebut yang menjadikan karakter dan pembiasaan positif
yang beragam untuk kemudian di blended membentuk kebiasaan positif sekolah dengan
tetap menonjolkan hal-hal positif yang sudah ada.
Respon
peserta didik tentu saja merasa senang dan apresiatif, mereka bersemangat
melakukan perubahan aturan-aturan kelas. Bersemangat untuk menyepakati draft
kesepakatan karena motivasi intrinsik untuk menjadi lebih baik. Tantangannya
adalah ketika siswa tidak dapat memberikan suara atau terlibat dalam Gmeet ,dan
tidak mengisi formulir atau angketnya. Ada juga yang tidak memberikan respon
tanggapan meski terhadap respon antar teman. Barangkali yang tidak memberikan
suaranya masih bingung, tapi ada yang hanya merespon tanggapan temannya saja.
Tantangannya lagi adalah mengontrol kelas ( room )Gmeet agar kondusif fokus
dalam kegiatan positif di satu sisi mendengar hal-hal lain dari peserta didik
yang kesemuanya harus disaring Kembali.
4. Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan
Proses
kegiatan aksi nyata ini belum seratus persen terlaksana sesuai dengan rancangan
karena terbentur dengan agenda dan kelender Pendidikan dimana pada masa bulan
target pelaksanaan aksi nyata adalah diwaktu libur. Dan saya mengajar di kelas 6 yang sudah melaksanakan Ujian sekolah
serta sudah kelulusan. Saya kesulitan jika ada tugas yang melibatkan siswa. Jika budaya positif terlaksana dengan baik,
hal baik yang akan muncul adalah ditandai dengan kebiasaan komunikasi dua arah
antar semua pemangku kepentingan. Rencana yang awalnya sekolah akan mulai
dibuka, ternyata PSBB diperpanjang karena kasus pandemic covid -19 masih
tinggi. Sehingga rencana tindakan aksi nyata tidak sesuai seratus persen dengan
rancangan dan fakta yg dihadapi. Jadi proses sosialisasi dan pemberian feedback
serta pembiasaan positif dilakukan dengan keterbatasan dalam jaringan. Walau
sharing dan kolaborasi tidak bisa terlaksana dengan baik hanya mendapatkan
feedback berupa angket yang di sebar via google form, aksi nyata ini sedikit
banyaknya mendapatkan masukan dari guru-guru yang memberikan aspirasi nya
melalui angket yang disebar melalui online.
5. Rencana Perbaikan untuk pelaksanaan di
masa mendatang
Rancangan
aksi nyata ini akan diteruskan untuk menyambut tahun ajaran baru, kolaborasi
membuat kesepakatan kelas yang berpusat pada murid dengan beberapa konten atau
isi berisi aspirasi peserta didik. Tahapan refleksi akhir semester akan
dijadikan acuan pelaksanaan pembelajaran di semester berikutnya. Dengan
mengagendakan kegiatan sharing dan kolaborasi Bersama antar guru mata
pelajaran, walaupun dalam jaringan atau online. Mengagendakan untuk
mensosialisasikan budaya positif kepada semua pemangku kepentingan.
Mengimbaskan disiplin positif pada peserta didik, dan membiasakan selalu
komunikasi dua arah dengan peserta didik. Pembiasaan meminta aspirasi dari
peserta didik. Dan membiasakan memberi apresiasi terhadap kemajuan dan
perkembangan peserta didik atas pencapaiannya membudayakan budaya positif.
Perubahan
yang akan dilakukan, mulai dari diri sendiri membudayakan 5 S, dan menerapkan
kedisiplinan dengan cara berkomunikasi dengan siswa secara dua arah. Menerima
dan memberikan aspirasi murid merdeka dalam menentukan daftar kesepakatan
belajar bersama. Dengan kontrol guru, semua menyepakati poin-poin kesepakatan
dan di tandatangani oleh masing-masing. Melakukan refleksi bersama atas kesepakatan
yang diberlakukan. Perubahan yang diharapkan akan dirasakan, mampu berempati
kepada siswa, karena lebih banyak mendengar daripada menginstruksikan, lebih
banyak menerima aspirasi ketimbang arahan-arahan yang tidak efektif.
6.
Dokumentasi
Proses
dan hasil pelaksanaan berupa foto-foto atau video singkat
Komentar
Posting Komentar