AKSI NYATA MODUL 1.4.a.

 

TUGAS INDIVIDU MODUL 1.4.a.10. 1 AKSI NYATA

PGP-ANGKATAN 2- KUTAI KARTANEGARA – AIDIL FITRIANI – 1.4 – RANCANGAN AKSI NYATA





1.     Latar Belakang

Sekolah yang di katakan berhasil dalam membudayakan budaya positif, adalah sekolah yang mampu membawa komunitas sekolah serta warga sekolah yang berkarakter. Menghidupkan filosofi Ki Hadjar Dewantara dalam sendi – sendi dan pondasi sekolah yang berkelanjutan. Pimpinan Sekolah sebagai Manajerial mampu membawa suasana yang kondusif. Guru merasa nyaman, aman dan bahagia ketika berada di sekolah. Begitu pula siswa serta staf – staf di sekolah. Serta menciptakan lingkungan sekolah yang asri.

Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang luar biasa, sekolah yang nyaman, guru saling bersinergi serta dukungan dari siswa,orang tua dan komite sekolah dan masyarakat sekitar, mampu menciptakan suasana yang damai.

Tetapi karakter seseorang sangat mempengaruhi penerapan budaya positif itu sendiri.

Kesadaran akan penerapan disiplin masih berdasarkan motivasi ekstrinsik, dimana pembiasaan positif yang diterapkan bukan disiplin positif, namun masih menganut reward dan punishment. Komunikasi yang dibangun masih satu arah, peran atau kontrol guru belum sampai pada tahap manajer melainkan sebagai hakim bagi murid. Bagaimana mendisiplinkan peserta didik bermula dari kesadaran, dan menumbuhkan motivasi intrinsik. Bagiamana disiplin dan budaya poisitif yang sudah ada dan menonjol dapat tumbuh dan berkembang menjadi karakter semua warga sekolah. Bagaimana Budaya positif di sekolah yang harus dikembangkan guru untuk mewujudkan karakter atau profil pelajar Pancasila. Serta bagaimana efektifitas komunikasi dua arah yang diciptakan dapat membantu menumbuhkan kesadaran murid agar menjadi pribadi yang berempati dan berbudaya disiplin positif

2.     Deskripsi Aksi Nyata

Budaya Positif adalah berisi kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Jika kebudayaan positif ini sudah membudaya, maka nilai – nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri anak.

Proses pembentukan karakter diawali dengan pembiasaan. Proses pembiasaan inilah yang kita kenal dengan budaya atau pembudayaan. Untuk membentuk karakter yang diharapkan, perlu dibangun budaya positif di lingkungan sekolah. Budaya sekolah dimaknai dengan tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai – nilai yang dianut disekolah.

Seperti Gerakan literasi sekolah,Kegiatan ekstra kurikuler, Menetapkan kegiatan  pembiasaan pada awal dan akhir kbm, Membiasakan perilaku baik yang bersifat spontan, Menetapkan tata tertib sekolah

Budaya positif di sekolah tidaklah berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik, melainkan terintegrasi satu sama lain dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Mempunyai relevansi dengan materi – materi terkait yang perlu diterapkan dalam ekosistem belajar, Melalui penerapan budaya positif di sekolah dapat mem bawa peserta didik menjadi pelajar profil Pancasila yang beriman,bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis dan mandiri.

Berdasarkan filosofi ki hajar dewantara, pendidikan itu harus bisa menuntun anak memperoleh kebahagian yang setinggi tingginya baik sebagai  manusia maupun sebagai anggota  masyarakat, kemudian pendidikan itu harus melihat kodrat  dan bakat anak, harus mampu mengetahui pengaruh kodrat  alam dan kodrat  jaman bagi jiwa anak karena pengaruh kodrat jaman tentunya harus bisa selaras dengan kodrat jaman,

Sebuah sekolah idealnya  bisa mengembangkan bakat anak yang sudah ada dalam dirinya, sekolah harus mampu memfasilitasi semua kebutuhan anak tentunya, dengan menerapkan disipilin positif  agar anak terbiasa melakukan hal hal positf yang kemudian akan tumbuh karakter karakter positif tanpa ada tekanan dan paksaan sebagai mana kita ketahui bahwa sebuah budaya akan tumbuh dalam diri anak  jika sudah terbiasa  dalam menerapkannya.sebuah budaya positif disekolah tidak mungkin bisa berjalan dengan baik dan berdiri sendiri tanpa ada upaya  dari seluruh komponen dan pemangku jabatan untuk terus berusaha bersama sama dalam menjalankan  dan mempertahankan budaya budaya yang sudah ada, kemudian berusaha untuk mencoba menerapkan budaya positif lainnya yang berpihak kepada  kebutuhan murid disekolah.Berkaitan dengan Budaya  positif disekolah dan kaitannya dengan nilai nilai lain serta  cara penerapannya harus mampu mengakomodir kebutuhan minat sisiwa, Peserta didik kita  dapat kita yakini memiliki kodrat sebagai manusia bagian dari Ciptaan   Allah Swt.

Sebagai pendidik juga harus mengetahui posisi control guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak kepada murid semua aspek tersebut harus dimiliki oleh seorang guru terutama calon guru penggerak.dalam kiprahnya di sekolah masing masing untuk bisa menularkan kebiasaan kebiasaan positif bagi teman sejawatnya, intinya guru harus mampu mewarnai dalam konteks penerapan budaya positif disekolah masing masing.

Penamaan dalam penerapan disiplin sering dimaknai dengan hukuman dan pemberian sanksi, dampaknya terhadap prilaku siswa tidak memiliki kreatifitas dan aktifitas, rasa minder  sering dijumpai pada anak anak kita, dalam konteks penerapan budaya positif disekolah seharusnya dengan pendekatan terhadap sisiwa dengan menggunakan sistem dialog aktif. Hukuman diartikan  merupakan bentuk pembelajaran disiplin bagi murid bagi seorang guru, padahal hukuman mempunyai arti berbeda. Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlak,  Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan yang berpengaruh untuk karakter peserta didik dan tidak bagus untuk psikologis anak. Pemberian sangki dengan hukuman tidak dibenarkan  dan bertentangan dengan tujuan dan cita cita pendidikan Kihajar Dewantara, Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan  yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru,lembaga , pekerja muda, dan lainnya).

Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Peran guru penggerak dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dan peserta didik dalam membangun budaya positif yaitu dengan menguatkan apa yang sudah menjadi budaya dan iklim baik di sekolah. Memunculkan kekuatan, dan menyamarkan yang hal-hal yang bersifat stagnan. Sehingga yang diharapkan semua bergerak untuk menuju perubahan yang signifikan. Dengan berkolaborasi membentuk karakter baik dan menerapkan disiplin positif yang akan menjadi budaya sekolah. Dengan memulainya dari kelas, mulai dengan murid yang diajar, mulai dengan mata pelajaran yang diampu. Peran guru penggerak sebagai  Fasilitator, Manajer, Teladan, Motivator, Teman. Menetapkan kekuatan ( manajemen Perubahan Inquiri Apresiatif ) sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada anak, adanya keinginan bersama untuk menciptakan perubahan dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru yang lain dalam membangun budaya positif di sekolah adalah dengan membangun komunikasi positif yang di barengi dengan keteladanan diri untuk memberikan teladan bagi orang lain serta memberikan suport yang melakukan kebiasaan – kebiasaan berperilaku baik, Melakukan pendekatan personal untuk mengetahui potensi positif yang bisa di berdayakan dalam mengembangkan budaya positif. Di mulai dari hal yang kecil, sederhana, mudah dan ringan yang dapat dijalankan secara berkelanjutan. Menjadi teladan dan agen transformasi bagi ekosistem Pendidikan. Dapat memberikan dampak positif bagi rekan sejawat dan lingkungan sekolah, sebagai agen dari perubahan. Berkolaborasi bersama Orang tua, Kepala sekolah, rekan sejawat, peserta didik, warga sekolah dan masyarakat sekitar. Kolaborasi bersama komponen sekolah ( Tri Pusat Pendidikan), pihak pihak terkait untuk mewujudkan dan melaksanakan budaya positif di sekolah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Sosialisasi mengenai budaya positif yang akan diterapakan, Identifikasi kebutuhan peserta didik, membuat dan menetapkan kesepakatan kelas/ sekolah yang berpihak pada murid, melaksanakan , melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap perkembangan dan ketercapaian program penerapan budaya positif.

Budaya positif yang ada disekolah akan membantu pencapaian visi sekolah impian. Guna mewujudkan visi sekolah impian, peran guru sebagai ujung tombak kualitas pendidikan di sekolah sangatlah penting. Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Tujuan dari visi sekolah pastilah menginginkan murid yang merdeka. Murid yang memiliki karakter sesuai profil pelajar pancasila. Murid merdeka bermakna murid memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif secara menyenangkan dan tanpa paksaan. Guna mencapai visi murid merdeka, Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa sekolah mengupayakan metode pendidikan yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa meninggalkan kodrat alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Kedua kodrat keadaan tersebut tidak mungkin dapat diubah, yang dapat diubah hanyalah budhi yang meliputi cipta, rasa, dan karsa (batin) dan pekertinya, yang meliputi raga, tenaga, upaya, dan tindakan (lahir). Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri. 

Menuju visi sekolah impian memang bukanlah persoalan yang mudah. Kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan untuk mencapai visi bersama. Setiap komponen wajib memahami perannya dan bertanggung jawab dengan tugasnya. Untuk itu diperlukan metode BAGJA sebagai langkah-langkah pendekatan inkuiri apresiatif di sekolah. Inti dari pendekatan inkuiri apresiatif adalah nilai positif yang telah ada dan dikembangkan secara kolaboratif. Alur Bagja sendiri diawali dengan Buat pertanyaan, ambil tindakan, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi. Berpijak dari hal positif yang ada di sekolah, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam komunitas. Hal tersebut sejalan dengan prinsip Trikon, Ki Hajar Dewantara dimana perubahan bersifat kontinu (berkesinambungan), konvergen (universal), dan konsentris (kontekstual). 

Bagaimana menumbuhkan budaya positif di kelas, sehingga menjadi budaya positif di sekolah dan menjadi visi sekolah?. Kelas adalah miniatur dari sekolah, dan sekolah adalah miniatur dari bangsa. Bangsa yang berbudi pekerti baik serta berdisiplin positif bermula dari bangku-bangku di sekolah. Sehingga bagaimana menumbuhkan budaya positif adalah bermula dari kegiatan belajar mengajar di kelas dan upaya guru berinteraksi dengan murid.

Bagaimana menyentuh individu-individu agar berkarakter positif, bisa diawali dengan menciptakan iklim komunikasi dua arah. Membangun komunikasi dua arah, adalah cara efektif mengetahui harapan-harapan dari seorang murid terhadap proses pembelajaran yang dia peroleh dan impikan. Pentingnya mengetahui harapan dan impian murid adalah salah satu Tindakan reflektif dalam proses pembelajaran serta penerapan nilai dan peran guru.

Komunikasi dua arah juga memberikan kesempatan murid bertanya, dengan pembiasaan bertanya disinilah awal mula karakter bernalar kritis akan terbentuk. Komunikasi dua arah juga akan menimbulkan percaya diri pada murid karena merasa dihargai dan didengarkan. Ketika murid memiliki aspirasi dan dapat mengeluarkan pendapatnya itu merupakan suatu apresiasi luar biasa bagi sebuah interaksi guru dan murid. Membangun kercayaan diri murid adalah sangat penting karena dengan kepercayaan diri akan muncul empati. Ketika empati dan karakter lain seperti bernalar kritis muncul sebagai akibat dari sebuah interaksi disitulah akan muncul kreatifitas dan inovasi-inovasi murid. Sehingga karakter dan budaya positif akan dengan sendirinya muncul berawal dari pembiasaan positif di kelas.

Strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki, diantaranya mengaktifkan kegiatan literasi sekolah, sehingga akan berpengaruh pada pola dan kebiasaan dalam belajar. Menerapkan dan membiasakan komunikasi dua arah pada seluruh warga sekolah. Dampak yang ingin dilihat adalah kesadaran berdisiplin positif dan membangun budaya positif dimanapun murid berada. Berawal dari peran guru membudayakan disiplin positif dengan mengubah paradigma disiplin menjadi disiplin positif.

Budaya positif yang sudah ada di sekolah kami selain 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun), ekskul Pramuka, Ekskul MIPA, Ekskul Tari, Musik, Olah raga, Tilawati, Dimana program-program di semua lini dapat dijalankan serta terintegrasi dan membentuk kebiasaan positif.

Linimasa tindakan yang akan dilakukan

1.   Sosialisasi Budaya positif kepada semua pemangku kepentingan di sekolah

 

2.   Membiasakan komunikasi dua arah antar pemangku kepentingan dalam rangka membangun budaya positif di kelas dan di sekolah

 

3.   Memfasilitasi kesepakatan kelas dan kesepakatan aturan sekolah

 

4.   Merefleksi kegiatan dalam rangka membudayakan kebiasaan positif di sekolah

 

Aksi nyata kali ini dalam rangka menumbuhkembangkan budaya positif yang sudah ada disekolah. Mengajak semua pemangku kepentingan untuk senantiasa melestarikan dan menjaga hal-hal baik dan positif agar terus mengakar dan menyeluruh ke semua warga sekolah. Terutama mengimbaskan di kalangan murid atau peserta didik dengan motivasi dan dukungan guru pengampu mata pelajaran. Serta bimbingan walli kelas dalam apresiasi budaya positif dalam dan antar anggota kelas.

Untuk menerapkan pembiasaan budaya positif diperlukan komunikasi dua arah antar pemangku kepentingan, karena konsekuensi bersama terhadap sebuah aturan dalam rangka penerapan disiplin positif tidak akan berhasil tanpa kesadaran penuh dari masing-masing individu. Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama di dalam kelas jika lingkupnya guru mata pelajaran dalam satu kelas. Jika kesepakatan dalam satu sekolah, berlaku untuk semua pemangku kepentingan di sekolah.

Awalnya kami biasanya menyebut Tata Tertib Kelas. Biasanya kami menyepakati Tata Tertib Kelas setiap awal pertemuan perdana, yaitu awal tahun pelajaran. Berbeda dengan tahun ini, dimana kondisi pandemic memaksa kami untuk belajar dari rumah dalam jaringan. Maka kesepakatan kelas kami evaluasi di akhir pembelajaran, dan meninjau ulang bagaimana Tata Tertib  / kesepakatan kelas kami susun Kembali.

Langkah pertama dalam menyusun kesepakatan kelas yaitu memberikan pertanyaan pemantik, dimana dalam pertanyaan itu akan muncul harapan-harapan yang diimpikan peserta didik dalam proses pembelajaran. Karena masih dalam masa pandemic, pertanyaan diajukan dalam bentuk angket pada sebuah formulir menggunakan aplikasi google form dan angket yang disebar online di posting di google classroom. Setelah angket di rekap tanggapannya, dikelompokkan berdasarkan jenis jawaban, kemudian di share kembali hasilnya pada peserta didik.

Hasil tanggapan itu yang akan direspon kembali oleh peserta didik yang akan menjadi draft kesepakatan kelas. Peserta didik merespon, guru sebagai kontrol kelas mengarahkan bagaimana agar keinginan-keinginan yang mereka tuangkan dalam angket dapat diwujudkan. Tentunya dengan bekerja sama menentukan formula dari kesepakatan kelas, agar memudahkan semua yang terlibat dalam pelaksanaannya.

Diawali dengan sebuah percakapan sapaan seperti biasa, “anak-anak apakabar kalian sekarang…?”, “apakah belajar kalian sudah nyaman?, “kira-kira bagaimana agar kelas dan kegiatan belajar nyaman, pembelajaran seperti apa yang kalian inginkan?. “agar terwujud kelas yang kalian impikan, kira-kira apa yang harus dilakukan?”. “Setelah kalian susun semua keinginan dan harapan, dalam bentuk kalimat positif, kalian simpulkan cara menempuh impian dan harapan tersebut”. “baiklah, draft kesepakatan sudah tersusun, mari kita sepakati Bersama, dengan menandatangani draft ini dalam sebuah poster”, berhubung kelas masih online poster online ini kalian print dan kalian tandatangani di bawah poster masing-masing, silakan kalian tempel masing-masing di ruang belajar dirumah kalian.

 

3.     Hasil dari Aksi Nyata

Feedback dari siswa dan semua pemangku kepentingan di sekolah, kepala sekolah, guru, peserta didik, orangtua, komite dan semua tenaga kependidikan, serta semua warga di lingkungan sekitar sekolah. Tantangan dalam menerapkan budaya positif, adalah menghadapi murid yang notabene nya di usia anak pra remaja, . Yaitu di jenjang SD kelas 6 dimana karakter masih belum terbentuk dan terpoles berdasarkan pengalaman belajar, Sehingga keberagaman karakter di kelas 6 sangat kentara, bergantung dari latar belakang keluarga, background sekolah sebelumnya, dan bahkan pengaruh social lingkungan masyarakat disekitarnya.

Heterogenitas pada peserta didik tersebut yang menjadikan karakter dan pembiasaan positif yang beragam untuk kemudian di blended membentuk kebiasaan positif sekolah dengan tetap menonjolkan hal-hal positif yang sudah ada.

Respon peserta didik tentu saja merasa senang dan apresiatif, mereka bersemangat melakukan perubahan aturan-aturan kelas. Bersemangat untuk menyepakati draft kesepakatan karena motivasi intrinsik untuk menjadi lebih baik. Tantangannya adalah ketika siswa tidak dapat memberikan suara atau terlibat dalam Gmeet ,dan tidak mengisi formulir atau angketnya. Ada juga yang tidak memberikan respon tanggapan meski terhadap respon antar teman. Barangkali yang tidak memberikan suaranya masih bingung, tapi ada yang hanya merespon tanggapan temannya saja. Tantangannya lagi adalah mengontrol kelas ( room )Gmeet agar kondusif fokus dalam kegiatan positif di satu sisi mendengar hal-hal lain dari peserta didik yang kesemuanya harus disaring Kembali.

 

4.     Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan

Proses kegiatan aksi nyata ini belum seratus persen terlaksana sesuai dengan rancangan karena terbentur dengan agenda dan kelender Pendidikan dimana pada masa bulan target pelaksanaan aksi nyata adalah diwaktu libur. Dan saya  mengajar di  kelas 6 yang sudah melaksanakan Ujian sekolah serta sudah kelulusan. Saya kesulitan jika ada tugas yang melibatkan siswa.  Jika budaya positif terlaksana dengan baik, hal baik yang akan muncul adalah ditandai dengan kebiasaan komunikasi dua arah antar semua pemangku kepentingan. Rencana yang awalnya sekolah akan mulai dibuka, ternyata PSBB diperpanjang karena kasus pandemic covid -19 masih tinggi. Sehingga rencana tindakan aksi nyata tidak sesuai seratus persen dengan rancangan dan fakta yg dihadapi. Jadi proses sosialisasi dan pemberian feedback serta pembiasaan positif dilakukan dengan keterbatasan dalam jaringan. Walau sharing dan kolaborasi tidak bisa terlaksana dengan baik hanya mendapatkan feedback berupa angket yang di sebar via google form, aksi nyata ini sedikit banyaknya mendapatkan masukan dari guru-guru yang memberikan aspirasi nya melalui angket yang disebar melalui online.

 

5.     Rencana Perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang

Rancangan aksi nyata ini akan diteruskan untuk menyambut tahun ajaran baru, kolaborasi membuat kesepakatan kelas yang berpusat pada murid dengan beberapa konten atau isi berisi aspirasi peserta didik. Tahapan refleksi akhir semester akan dijadikan acuan pelaksanaan pembelajaran di semester berikutnya. Dengan mengagendakan kegiatan sharing dan kolaborasi Bersama antar guru mata pelajaran, walaupun dalam jaringan atau online. Mengagendakan untuk mensosialisasikan budaya positif kepada semua pemangku kepentingan. Mengimbaskan disiplin positif pada peserta didik, dan membiasakan selalu komunikasi dua arah dengan peserta didik. Pembiasaan meminta aspirasi dari peserta didik. Dan membiasakan memberi apresiasi terhadap kemajuan dan perkembangan peserta didik atas pencapaiannya membudayakan budaya positif.

 

Perubahan yang akan dilakukan, mulai dari diri sendiri membudayakan 5 S, dan menerapkan kedisiplinan dengan cara berkomunikasi dengan siswa secara dua arah. Menerima dan memberikan aspirasi murid merdeka dalam menentukan daftar kesepakatan belajar bersama. Dengan kontrol guru, semua menyepakati poin-poin kesepakatan dan di tandatangani oleh masing-masing. Melakukan refleksi bersama atas kesepakatan yang diberlakukan. Perubahan yang diharapkan akan dirasakan, mampu berempati kepada siswa, karena lebih banyak mendengar daripada menginstruksikan, lebih banyak menerima aspirasi ketimbang arahan-arahan yang tidak efektif.

 

6.     Dokumentasi

Proses dan hasil pelaksanaan berupa foto-foto atau video singkat












 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara